Kamis, 30 Oktober 2014

I'm LeveL Up!! (Kilas balik Hari Istimewa)

28 Oktober, usia ku genap memasuki usia pemuda/i.. Mmmm, siap tidak siap yang namanya usia seseorang pasti akan bertambah setiap tahunnya. Dua puluh enam (akh saya tidak suka menyebut angka itu) memang bukan usia yang kecil lagi bukan? Ya, saya tau itu.. Itu usia sudah memasuki jenjang menuju tua.. Tapi, semua itu tergantung pikiran dan hati kita.. banyak orang menganggap dirinya tua dan kemudian mereka menjadi tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak suka hal itu.. Menurutku, angka itu adalah hitungan seberapa lama sudah kamu ada di dunia ini, tetapi usia jiwa dan pikiran seseorang tidak bisa diukur oleh hal itu..

Well, bisa dibilang aku bersyukur karena sampai diusia ini, aku masih diberkati, aku bisa hidup cukup meski tidak semewah para anak pejabat, aku masih bisa makan, minum, bermain, dan aku bersyukur ada banyak yang menyayangi aku. Aku memang tidak sesempura putri Indonesia sampai dipuja banyak orang dan menjadi inspirasi para wanita Indonesia, aku mungkin tidak setajir anak cucunya Om Bakri, nga sehebat doraemon, tapi aku tau dan aku bersyukur untuk semua orang, teman-teman yang menyayangiku, yang ingat pada hari ulang tahun ku, yang slalu mendoakan ku, selalu mendukung ku dikala susah maupun senang, dan yang terpenting aku berterimakasih pada Tuhan karena sudah menganugrahkan kalian semua di dalam hidupku. Terlepas dari siapa saja mereka, dimana saja mereka berada, teman atau musuh, bagiku semua itu (yang baik maupun yang tidak baik) adalah hadiah.. Bercermin kepada yang tidak kamu sukai dan menjadikan dirimu lebih baik, bercermin kepada yang baik dan kemudian membuatmu merasa bersyukur. Memandang ke bawah untuk bersyukur, memandang ke atas untuk tak lupa berusaha, memandang ke depan agar tau untuk hidup dalam sebutan momen, memandang ke kiri dan kanan untuk tau posisi kamu saat ini dimana. Di usia ini membuatku sadar bahwa karya Tuhan itu sungguh luar biasa dalam hidupku - TAK TERTERJEMAHKAN. Singkat kata, aku bisa menghitung hal pahit dalam hidup ini tapi aku tidak bisa menghitung seberapa banyaknya berkat dan kebahagiaan yang sudah DIA berikan. ALL I FEEL IS HAPPY! AND BLESSED!

Ada yang beda diultah kali ini.. Kalau biasanya aku hanya mendapat wish happy birthday yang begitu-begitu saja, kali ini aku dapatin puisi, foto, dan mungkin juga cemeeh "wee sudah makin tua" begitu canda mereka. Well, nga terlalu masalah sih.. bersyukur malah ada yang ingatin kalau usia sudah tidak lagi kecil.. Tapi yang namanya MIMI ONG merasa tua itu adalah ketika kamu tidak lagi bisa berbuat sesuatu, bahkan untuk dirimu sendiri..

Untuk kalian, aku menulis ini.. Sebuah kilas balik yang mungkin tak seistimewa ucapan selamat yang datang dari kalian.. Tapi aku ingin kalian tau bahwa aku benar-benar menghargai kalian dan menyayangi.. Dan dunia iri dengan aku karena aku memiliki sahabat terbaik seperti kalian!

Puisi dari sahabat masa kecil ku

Sebenarnya masih ada banyak ucapan yang ingin ku "pamerkan", tapi beberapa lebih ke privasi jadi aku lebih memilih menyimpannya sebagai koleksi pribadi..

Terimakasih untuk kalian.. Kalian membuatku sadar bahwa di dunia ini masih ada yang namanya persahabatan yang tulus.. Berkat kalian aku mengenal apa arti kata sahabat.. Berkat kalian aku mengerti hidup.. Sahabat, kita muda dan akan selalu muda.. Meski waktu mengukur kita dengan angka, tapi aku yakin jiwa kita, persahabatan kita dan artinya semua itu bukanlah sesuatu yang bisa dihutung dengan patokan angka.. Kalian alasan dibalik senyum dan keceriaan di hari ini.. Nama kalian tak tersebut namun akan terukir selalu..

*Beautiful bow* -Meong A.K.A Mimi Ong-

Rabu, 29 Oktober 2014

PUISI; Perahu Kertas

PERAHU KERTAS

Ini perahu bukan perahu mega,
ini perahu hanyalah perahu kertas
Di dalamnya membawa segenap angan,
sejumlah cita dan seberkas harapan

Ia kecil, mudah hancur
Namun berperisai keberanian,
tampak tegar perkasa

Berangan menelusuri riak sungai,
membelah samudra penuh deru ombak
Setinggi bintang cita bergantung,
tanpa sadar pusaran memaksa menari
Melarutkannya ke palung terdalam

Tiada kicauan burung,
Tiada hembusan angin 'tuk melaju
Ia terhanyut dan terlarut bersama pusaran

Ini hanya perahu kertas,
meski rentan, ia berani berlayar
Sedemikian aku ada di dunia ini

Cerpen; Peri Hujan Merindukan Rembulan

Cinta dan kebahagiaan tidak selamanya berbanding urus.. Orang yang sangat kita sayangi bisa saja menyakiti kita.. Demikian juga sebaliknya. Cinta hadir tanpa bisa diprediksi dan dia berlalu secepat kedipan mata tanpa bisa kamu menahannya. Dia bisa melukai dengan perkataan tetapi juga bisa melukaimu dengan kebisuannya, membuatmu meraba dalam gelap seakan dihantui keraguan sepanjang badan. Kenapa saling mencintai menjadi begitu pahit? Pertanyaan itu tidak kunjung terjawab membuat kita mendalihkannya pada takdir. Peri Hujan selalu merindukan rembulannya, namun rembulan seakan tidak pernah mengangapnya ada, tidak pernah merindunya bahkan untuk sedetik.

Ia menari dalam kegelisahan, menanti secercah sinar rembulan setiap malam. Tak perduli bulan penuhkah itu, bulan setengahkah itu, atau bahkan bulan sabit yang akan hilang sekalipun. Ia selalu bersenandung dalam lirih yang hanya dimengerti oleh airmatanya sendiri. Tidak ada yang mengerti.. Tidak juga mentari yang mengeringkan tangisnya.

Ada apa gerangan? Mungkin rembulan memang tidak mampu menyeka bening di pipinya.. Namun rembulanlah yang mampu menghentikan tangis dari pelupuk matanya. Tindakan rembulan bak awan yang bisa dilihat namun tak berakar. Mungkinkah rembulan juga sedang merangkak dalam ragu? Peri hujan mampu melihat rembulan sedang mendengar lirih, kerinduan, dan juga perasaannya yang disampaikan oleh gema. Namun ia tidak mengerti kenapa rembulan enggan menghampirinya dan mengajaknya melintasi malam berdampingan..

Ia tidak pernah mendendam pada rembulan, meski ia harus berjalan di dalam kebimbangan gelapnya malam. Ia tidak pernah membencinya meski ia tau rembulan tidak benar-benar mengharapkannya. Ia tulus menyayangi rembulan meskipun ia tau bahwa dia dan rembulan serasa begitu dekat sedekat awan dan denyut di nadinya, namun juga kadang begitu jauh seakan tak pernah tergapaikan..

Peri hujan mulai melepaskan harapnya itu, bukan karena tidak lagi menyayangi rembulan, tetapi karena ia terlalu menyayangi rembulan sehingga ia ingin membentangkan sayapnya seluas yang ia bisa, semampunya tanpa takut kalau sayapnya itu akan patah. Terasa sakit ketika ia harus benar-benar membentangkan sayap mungilnya, tersiksa karena sayap itu belum pernah direnggangkannya seluas ini. Ia mengambil resiko untuk kehilangan sayapnya jika sayap itu patah, namun yang ia temukan adalah sayap mungilnya tidaklah patah melainkan bertumbuh dan semakin bertumbuh. Rasa sayangnya pada rembulan terlalu besar untuk dikalahkan oleh rasa sakit dan lelahnya. Hingga pada satu hari, Sang Rembulan akhirnya menyadari bahwa peri hujan benar-benar menyayanginya, karena dimanapun rembulan berada, siang ataupn malam, sakit ataupun senang, bahkan jika rembulan melupakan peri hujan, ia tetap berada dibawah naungan sayap kasih sayang dan kerinduannya..

Peri Hujan Merindukan Purnama, dan ia selalu menantinya diujung keputus-asaannya. Tidak pernah bepaling, tidak pernah berdalih, meski tak terberbalas. Ia tau hatinya yang telah dimiliki oleh rembulan tidak akan pernah kembali utuh. Ia tulus setulus-tulusnya, tidak meminta atau bahkan mengharapkan balasan itu, ataupun menuntut untuk dikembalikan.. Dan ia akhirnya bisa berkata pada rembulan bahwa menyayangi rembulan tidak membutuhkan alasan dan juga balasan. Perasaan itu begitu natural, begitu alamiah, murni.. Tumbuh dan berkembang secara alamiah tanpa bisa kau hentikan.. Begitulah cinta Peri hujan kepada sang rembulan..

Senin, 27 Oktober 2014

Married??

"Menikah" mungkin menjadi suatu momen yang paling dinanti-nanti oleh mereka, bukan hanya para kaum hawa tetapi juga para kaum adam. Menikah adalah suatu momen yang sakral dan tak terpungkiri banyak orang yang merasa takut untuk menikah dengan beberapa alasan yang lebih menjurus kepada ketidak-siapan mental ataupun materi. Menikah itu memang suatu keputusan yang tidak gampang tapi juga tdak boleh terlalu dihiperbola menjadi sesuatu yang sangat amat menakutkan. Sebenarnya, kalau menurut saya, menikah itu bukan hanya berbicara tentang kesiapan materi saja. Tapi kesiapan mental juga harus diperhitungkan.

Dewasa ini, banyak teman-teman seangkatan yang sudah mulai menikah satu persatu. Itu hal yang wajar, ketika mereka merasa sudah mateng dengan hubungan penjajakan mereka dan kemudian memutuskan untuk menikah disaat semua kesiapan materi sudah mendukung. Namun bagaimana dengan sebagian orang yang merasa, "jodohku koq kagak datang-datang?" dan berbagai macam pertanyaan sejenisnya yang kemudian muncul di benak dan berakhir menjadi sebuah kecemasan yang tidak seharusnya terjadi.

Banyak orang menjadikan point pernikahan sebagai patokan sukses seseorang, sebagai target hidup mereka, atau lebih parahnya lagi karena bosan ditodong pertanyaan "Kapan nikah?" terus menerus dari lingkungan sekitar dan atau dari lingkungan keluarga yang menganggap usia sudah memenuhi syarat. Terkadang mereka lupa mempertimbangkan tentang apa sih makna nikah itu? Dan apa sih tujuannya? Memang tidak semua sadar tentang pertanyaan itu karena ketika mereka merasa sudah mateng maka mereka memutuskan untuk menikah dan mengesampingkan sedikit pertanyaan itu.

Saya pernah bertanya-tanya dalam hati, apa sih arti pernikahan menurut teman-teman, menurut papa mama saya, menurut kenalan-kenalan saya dan menurut saya sendiri? Hanya penasaran. Karena setiap orang pasti memiliki pemikiran dan pandangannya sendiri tentang pernikahan. Apalagi dari berbagai latar belakang dan pergaulan itu bisa sangat menentukan tentang pandangan mereka. Saya mencoba bertanya sana sini, hasilnya WOW.. Sesuai dengan prediksi kalau mereka semua bakalan kaget ditodong dengan pertanyaan seperti itu. Ada beberapa yang menjawab dengan mantap dan ada beberapa juga yang enggan menjawabnya.

Memahami masing-masing orang punya pandangannya sendiri, saya tidak mau menentang pandangan mereka tentang hal ini. Tapi buat saya pribadi, pernikahan itu adalah komitmen. Bukan hanya berbicaara tentang dua anak manusia yang saling jatuh cinta dan kemudian memutuskan untuk saling mengiklar, bukan hanya berbicara tentang konsep resepsi seperti apa yang ingin diadakan, seberapa mewah resepsinya atau kemana bulan madunya nanti. Pernikahan itu berbicara tentang konsep jenjang hidup selanjutnya. Kita bisa saja menggelar resepsi bermiliar-miliar tapi tetap aja itu ngak akan menjamin pernikahan itu langgeng sampai kakek nenek.. Karena kehilangan konsep pernikahan yang aslinya itu seperti apa.. Saat kamu memutuskan sudah siap menikah, artinya kamu harus deal dengan semua karakter buruk maupun baiknya orang yang menjadi pilihan kamu itu. Karena pernikahan itu setia pada komitmen, komitmen dimana kamu harus siap menghadapi dan tidak lari dari yang namanya proses. Harus siap dengan dengan segala tetek bengek, seluk-beluk, suka-duka, rumitnya dua buah keluarga yang menjadi satu bahkan harus siap menghadapi perasaan diri sendiri. Seberapapun berat prosesnya, seberapapun panasnya "bara" didalamnya, kamu harus siap melalui proses itu dan tidak melarikan diri. Itulah mengapa banyak yang bilang pernikahan itu berat dan segala macamnya. Sadar atau tidak setiap pernikahan memiliki "bara"nya sendiri, memiliki masalahnya sendiri. Tidak usah munafik, yang namanya manusia pasti punya rasa jenuh, apalagi setelah menikah yang dulunya nga kelihatan sekarang makin kelihatan dan bisa saja menjadi pemudar rasa cinta dalam sebuah pernikahan. Nah, ini alasan kenapa saya bilang kalau pernikahan itu setia pada komitmen yang sudah diucapkan bahwa mereka berjanji untuk saling mencintai dalam keadaan apapun hingga akhir hayat. Apalagi jika sebuah pernikahan itu sudah diberkahi anak. Maka anak akan menjadi alasan untuk mendapatkan kelayakan keluarga yang utuh, kasih sayang yang seimbang dari kedua orang tua, serta lingkungan yang nyaman dan berakar untuk dia tumbuh. Karena cinta manusia pada seseorang itu tidak abadi, namun ia bisa ditumbuhkan kembali. Inilah masalah interen yang akan datang dari diri kita. Tapi ingat, masalah yang datang itu bisa saja menghancurkan tapi bisa juga menguatkan biduk pernikahan itu, tergantung bagaimana kamu menghadapinya.

Pernikahan itu seperti wadah yang menampung kedua anak manusia yang berbeda latar belakangnya, beda pemikirannya, kemudian ditempa menjadi satu keharmonisan yang akan membentuk suatu budaya atau kebiasaan atau peraturan baru yang berbeda dengan wadah keluarga (tempat dimana kita berada sebelum menikah). Itu bukan sesuatu yang gampang, tapi itu juga tidak serumit yang dibayangkan jika dijalankan. Artinya apa? Menikah menurut saya itu adalah sebuah tempat dimana kita bisa saling bercermin dan menempah karakter masing-masing (saling memperbaiki layaknya kamu sedang bercermin dicermin dan merapihkan mana yang menurut kamu tidak sedap dipandang matamu), kemudian menurunkannya, menanamnya atau membentuknya kepada keturunan kita dan kelak keturunan kita akan melakukan hal yang sama, begitu seterusnya berputar. Ingat merapihkan seperti kamu sedang bercermin, jadi merapihkan diri sendiri bukan refleksinya. Jadi saling memperbaiki diri dari kesalahan masing-masing pasangan dan memperindah apa yang bagus.

Pernah tidak terpikir oleh kalian bahwa dengan menikahi seseorang, itu bukan berarti kita bisa menguasai seseorang secara utuh sepenuhnya? Salah satu contohnya hati, pikiran, perasaan mereka. Itu hal-hal pribadi mereka yang tidak bisa kamu kuasai. Itu sebabnya pernikahan memerlukan yang namanya KEJUJURAN, KEPERCAYAAN, KESADARAN, KETULUSAN..

KEJUJURAN, jujur pada diri sendiri dan pasangan itu adalah hal yang harus. Hubungan apapun yang tidak dilandasi dengan kejujuran itu akan tidak baik.. Misalnya, kalau lagi bete itu pas ditanya "kenapa? Lagi bete ya? Kamu cemburu ya?", jawabnya ngak tapi wajahnya seperti strikaan belum digosok. OH GOSH! Melelahkan bukan menebak-nebak seperti itu. Apa salahnya kita jujur..? Banyak orang mengatakan kalau cowok itu susah sekali untuk jujur mengatakan perasaannya karena ego mereka terlalu tinggi, karena gengsi.. Tapi itu cowok (boy) kalau pria (men), ngak seperti itu.. Mereka pasti bisa mengatasinya dengan membicarakannya pada wanitanya.. Bagaimana kalau ceweknya marah-marah? Ngamuk-ngamuk? Itu kalau cewek, kalau wanita nga akan seperti itu.. Komunikasi itu adalah kuncinya!

KEPERCAYAAN, percayai pasangan kamu. Dari rasa percaya dan ketulusan itu akan muncul kesadaran untuk setia. Makhluk hidup itu tidak pernah suka yang namanya dikekang. Baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan. Mereka bergerak dan ketika ruang gerak mereka kamu batasi berlebihan dia akan terkekang. Pernah tidak melihat pohon yang tumbuh ditanah yang kemudian atasnya ditutupi dengan semen? Semen itu seiring waktu akan merkah atau rusak karena akar-akar tanaman itu tampak memberontak keluar karena pohon tadi itu dia bergerak (tumbuh). Lalu pernahkah kalian bertanya kenapa seekor kucing atau anjing yang dilepas itu lebiih jinak ketimbang yang dikandang dan diikat? Rasa kepercayaan kita yang kita tanamkan itu akan berakar ketika mereka kita coba bebaskan tetapi tidak dilepas. Jika tidak pernah ada ruang gerak untuk kepercayaan, lalu bagaimana rasa kepercayaan itu bisa tumbuh dan berkembang? Bahkan rasa cinta yang kalian bina pun jika tidak ada ruang, tidak ada spasinya, perlahan akan layu.. Makhluk hidup memerlukan matahari, tetapi juga membutuhkan hujan. Maka ulurlah tali itu jangan sampai kalian nempel kemana-mana.. Itu akan sangat menyusahkan jika kalian terus-terusan nempel tanpa memberikan ruang gerak untuk pasangan kalian.

KESADARAN, manusia itu makhluk yang "bebas", tapi bebasnya bertanggung jawab karena dia punya yang namanya otak - bisa berpikir (dan bertukar pikir). Simpel.. berbicara dengan seseorang yang tidak mempunyai rasa kesadaran diri itu rasanya berbicara pada tembok. Harus bisa punya rasa kesadaran diri bahwa istri (wanita) itu harus dijaga bukan dijajah.. Begitupun wanita kepada suaminya (prianya), harus menyadari bahwa suami itu harus dihormati sebagai pemimpin (leader, bukan boss) keluarga. Masing-masing orang rasanya perlu memiliki rasa kesadaran diri, tau batasan yang mana yang boleh kamu lakukan dan yang mana yang tidak boleh. Saling menerima, memahami dan mengerti kemudian saling tenggang rasa. Dalam hal keuangan boleh saja wanita memberi tanggung-jawab kepada pria untuk menafkahinya (seperti pendapat teman saya (dan saya juga setuju dengan dia). Tapi wanita yang bisa membantu keuangan itu mendapat point plus dimata pria. Sama halnya seorang pria yang bisa masak, bisa membantu menjaga anak dan mereka terlihat unyu-unyu, so sweet, nah begitu jugalah wanita yang kerjaanya tidak hanya menuntut atau menjadikan suaminya ATM berjalan. Rumah tangga yang di dalamnya punya rasa saling bahu membahu saling tengang menenggang itu akan menyenagkan, tidak terlalu kaku atau keras dan itu rasanya kalian akan awet muda terus, seperti orang sedang pacaran terus dan mungkin akan menghasilkan anak-anak yang kejiwannya bersahabat dan penuh kasih. Saya mungkin bukan seorang psikiater atau ahli anak atau apalah, tapi ini menurut saya pribadi (asumsi saya menurut apa yang saya lihat). Dalam pernikahan diharapkan juga memiliki kesadaran untuk saling menguatkan. Disaat salah satunya tergelincir, satunya lagi diharapkan bisa sebagai penolong. Saat salah satunya tersesat, satunya lagi diharapkan bisa menuntunnya "pulang". Dan memiliki kesadaran untuk mengalahkan masing-masing ego dan emosi demi sang anak dan pasangan kita.

KETULUSAN, Tulus, melakukan sesuatu tanpa menuntut balasan, bahkan tanpa MENGHARAPKAN balasan. Dalam pernikahan yang panjang, kita tidak bisa menduga kapan seseorang itu "tergelincir". Manusia pasti punya khilaf, disnilah ketulusan harus berperan. Dilarang menuntut apalagi mengungkit-ungkit kesalahan yang sudah-sudah. Menerima, mengerti, dan memahami tentang kekurangan itu. Dari sini akan terlahir kesetiaan. Kesetiaan itu langka tapi ketulusan itu lebih langka. Seseorang yang tulus, itu pasti seseorang yang setia. Tapi seseorang yang setia, belum tentu dia tulus. Hati manusia tidak ada yang tau.. Mungkin saja raganya setia bersamamu, tapi bagaimana pikiran, perasaan? Semua itu sesuatu yang esensial dan tak dapat kamu atur. Itu alamiah.. Itulah kenapa saya berpendapat kalau orang yang tulus pastilah orang yang setia, sementara yang setia belum tentu tulus.. Kita bisa menjadi lebih kuat ketika kita tulus ingin melindungi orang yang kita sayangi.

Jadi intinya menikah itu bukan hanya sekedar kawin dengan kedok tuntutan agama saja, tapi pernikahan itu adalah suatu keputusan dimana kamu SIAP, MANTAP, dengan semua konsekuensinya tanpa boleh lari dari wadahmu. Dengan kata lain kamu siap untuk ditempa sedemikian rupa. Jika memandangnya hanya dari tuntuan agama saja, itu mah kasarnya hanya mendapat legalitas untuk berhubungan intim tanpa dinilai tidak bermartabat oleh lingkungkan.. Semua makhluk hidup kawin koq.. Baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan. Hanya karena manusia dibekali akal pikiran yang juga karena "kecelakaan" adam dan hawa yang memakan buah terlarang saja makanya kita jadi bisa mengatakan bahwa nikah itu adalah tuntutan agama. Sementara hewan, mereka hanya mengikuti nularinya saja karena sel-sel dalam tubuhnya sudah penuh dan perlu untuk mewariskan keturunan sel-sel tadi. Saya tidak bilang kalau nikah adalah tuntutan agama itu pandangan atau alasana yang salah yaa.. Cuma saya ingin mengajak kita mencoba berpikir lebih logis dan lebih luas dari itu. Karena orang yang tidak memiliki agama juga menikah.. :)

Buat teman-teman yang belum pada nikah, coba raihlah impian terdekat kalian.. Karena mungkin kelak impian terdekat kalian itu bukan lagi untuk diri kalian sendiri, ada anak yang harus kalian perhatikan juga impiannya sedini mungkin.. Buat yang sudah nikah, milikilah ketulusan dan cobalah saling menjaga usaha kalian bagaimana kalian bisa jatuh cinta dulunya.. Relationship end too soon because people stop putting the same effort to keep you as they did to win you.. Dan menikah itu bukan hanya berbicara tentang satu jari manis yang dilingkari cincin, tapi ingat kita masih punya sembilan belas jari lainnya. Itu adalah "deal"-nya..

Semoga bermanfaat.. Jika ada yang ingin nambah, silakan share.. ^^

Minggu, 26 Oktober 2014

Menghitung (Maju) Hari Menuju Kedewasaan Usia, Aku Tak Ingin Dilupakan

Mematikan harapan itu mudah atau mungkin tidak bisa, yang bisa kita lakukan hanyalah mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan terburuknya. Mengimunisasi diri kita sendiri agar kekebalan kita meningkat. Jujur saja aku merindukan kejutan-kejutan kecil yang dulu selalu datang setiap tahunnya. Sudah seperti semacam kebiasaan bagi kami (dulu) jika ada yang ulang tahun maka kita semua wajib mencari kado atau bahkan hanya sekedar membelikan kue tart kecil sebagai syarat. Perlahan kebiasaan seperti itu tampaknya malah mendarah daging buat kita semua. Saat ulang tahun mendatang, tidak perduli seberapa keras aku mengingatkan diriku untuk tidak berharap tentang kejutan-kejutan kecil itu, untuk berhenti menantikan hadirnya kembali momen-momen itu namun tetap saja tidak bisa. Bahwa ada hal-hal di dunia ini yang terjadi tanpa bisa kamu kendalikan, harus ku akui itu. Tapi tetap yang namanya pengharapan selalu saja muncul dan tidak pernah kehilangan sinarnya. Disanalah aku menganggap kalau yang namanya "pengharapan" itu tidak bisa dibunuh dengan cara apapun. Dia bisa jadi kehilangan sinarnya, namun itu bukan berarti bisa kamu padamkan.

Mungkin itu salah satu hal yang diberikan Tuhan untuk kita agar kita bisa terus melanjutkan hidup, sebagaimanapun beratnya kehidupan itu sendiri. Pengharapanlah yang menjadi alasan kita untuk bisa melalui hari demi hari. Salah satu contohnya, ketika hari ini dilalui dengan tidak begitu baik, kita mungkin saja berharap untuk segera melaluinya dan mendapatkan hari lain yang lebih baik lagi. Nah, hal itulah yang ku maksud.

Setiap tahun, bulan yang paling ku nantikan adalah Oktober. Sulit dijelaskan kenapa tapi aku menebak mungkin karena aku menjadikan Oktober itu sebagai "titik bifurkasi", dimana aku akan berdiri di satu titik dan kemudian menatap kebelakang untuk sesaat dan kemudian kembali meloncat ke titik selanjutnya. Zona introfeksi diri dan mungkin juga sebagai zona dimana aku mencoba meneliti "path" kehidupanku sudah sejauh apa dan bersyukur. Dan setiap saat mendekati hari H-nya aku merasa gugup layaknya seorang penyair yang akan menuju panggung, ya seperti itulah kira-kira yang ku rasakan. Gugup, mungkin karena aku sadar aku masih belum memberikan yang terbaik untuk menjadi yang terbaik untuk "aku" pribadi. Kedati jarak antara cemas dan geram berbanding tipis, tapi aku beranikan diriku untuk berharap dengan segala kemungkinan ter-buruknya.

Aku masih belum tahu apa yang akan terjadi. Bagaimana jika tanggal dua puluh delapan itu menjadi hari yang biasa saja, tidak ada yang spesial, tidak ada kejadian apa-apa, atau mungkin yang terburuknya adalah dimana orang yang paling kamu harapkan untuk mengingat dan mengucapkan kata "Selamat" di hari ulang tahunmu itu malah melupakan hari spesialmu dan mereka melalui hari itu biasa saja? (OH GOD..! Jangan sampai deh tolong..) Aku tidak tahu apakah aku juga akan baik-baik saja jika hal terburuk itu terjadi. Tapi setidaknya aku berharap, aku akan baik-baik saja jika semua kemungkinan terburuk itu terjadi.

Salah atau kekanak-kanakankah jika semua itu membuat hari-hari menjelang hari H berasa seperti bermain dengan bom waktu? Mungkin saja bom itu meluluh-lantakan semuanya jika aku tidak siap dengan semua itu. Tapi bisa jadi juga, kemungkinan yang terjadi malah sebaliknya.. Tapi bagaimanapun juga, sepertinya aku lebih baik mempersiapkan diri untuk yang trburuknya karena dengan begitu, ketika yang terjadi adalah hal yang baik-baik saja, aku aman..

Hari ini aku belajar bahwa sebenarnya yang paling ditakuti manusia adalah hal yang tidak ketahuinya.. Dan hal yang paling menyedihkan adalah ketika harus menerima kenyataan kalau kita dilupakan oleh orang yang tidak pernah kita lupakan.. Semoga saja itu tidak terjadi..

Kadang, hal yang paling indah atau kado yang bisa buat kita riang sepanjang hari adalah bukan sesuatu yang mahal dan dikemas dalam kotak indah saja namun sebenarnya lebih ke maknanya, kita tahu bahwa orang itu tidak melupakan kita. Bahkan hanya dengan ucapan dan doa yang tulus saja itu sudah menjadi sesuatu. Dan yang paling penting ha itu membuat kita sadar kalau kita tidak sendirian. Karena rasa kesepian itu sebenarnya bukan datang dari karena kita sedang sendirian atau karena kita seorang diri, tapi rasa kesepian itu hadir karena kita merasa tidak ada yang perhatiin kita, tidak ada yang mengingat kita. Dan rasa kesepian seperti itu menyiksa..

Dear God, tolong jangan biarkan hal itu terjadi.. Amin! O:)
Aku tak ingin dilupakan karena aku tidak pernah melupakan. Tapi semua itu diluar kuasaku, aku tidak bisa mengontrolnya.. Semoga ketakutan itu hanya gigitan kuku belaka..

Puisi; Biola Usang Musim Gugur

Biola Usang Musim Gugur

Biolaku tak lagi berdawai
dan aku terlalu pahit mencari penggantinya
Ku baringkan dia diatas dedaunan musim gugur,
dinginnya semerbak menggerogoti sukma

Ada airmata dalam diam yang ku nikmati sendiri
Ada keluh diujung lidah yang tak mampu ku tuangkan
Kata-kata melayang, menyisahkan isak keheningan

Bak penyair kehilangan lirik
Bak pendongeng kehilangan bait
Bak not balok berguguran dari paranada
Kehilangan arah dalam getirnya takdir

Kaku dan ngilu beradu,
membungkam bibir ingin mengadu
Terlalu tak beryali untuk menahan
Perlahan lepaskan asa hanya tangis mengerti

Memasung diri dalam hampa
Dia seolah enggan berpijar
Aku bak biola usang musim gugur,
tak berdawai, tak bermelodi,
Rapuh tak berjiwa menunggu usai


By : Peri Hujan

Selasa, 21 Oktober 2014

PUISI; AKU

AKU

Genggamlah tanganku ini tapi,
jangan erat-erat
Karena aku ingin digenggam,
bukan dicengkram

Aku ingin seiring,
bukan digiring
Aku ingin dijaga,
bukan dijajah

Aku ingin didekap,
bukan disekap
Aku ingin bebas,
namun tak dilepas

Karena cinta itu tidak diikat
melainkan terikat
Dan hati tidak bisa kau ikat

Kasih sayang itu mega dan megah
namun tak bermegah,
tak seluas daun kelor

Untuk apa saling mengikat,
jika hilang arti
Mengikis kepercayaan,
dan malah saling menjajah

Maka ulurlah tali itu,
membentangnya seluas jagad raya
Sampai tiada yang mampu
merobohkan kita

Sehingga dimanapun kita berada,
akan selalu dibawah naungannya
Sayap cinta dan rindu itu

Teruntuk kamu, ya! kamu
Sebuah syair yang selalu ku tembangkan
Cinta yang membebaskan
lebih besar daripada cinta yang harus memiliki

by Peri Hujan